Saya mau cerita sedikit pengalaman masa remaja saya di @wonosobo, 4 tahun saya tinggal di kota yang disingkat #wsb dan berslogan ASRI itu.
Waktu 4 thn itu, saya habiskan untuk menempuh SMA (dulu SMU) sambil nyantri di Ponpes Kalibeber. Pondok yang terkenal dengan Quran Raksasanya itu. #wsb
SMA saya tempuh normal, 3 tahun. Setahun sisanya, saya khusus ngaji bersama Mbah Muntaha, sosok Ulama kharismatik di kalangan NU Jateng. #wsb
Aktivitas saya seperti santri-santri lain. Bedanya, saya pernah menjadi ketua IPNU di SMA Takhassus Al-Qur’an(SMA TAQ) & pernah menjadi waka Organisasi Daerah asal Semarang. #wsb
Waktu itu SMA saya memberlakukan peraturan ketat, yang telat tidak boleh masuk. Karena sering telat, akhirnya saya terpaksa sering ke Perpusda #wsb.
Kata Mbah Mun (pendiri Yayasan), inspirasi didirikannya SMA Takhassus Al-Qur’an datang dari LB Moerdani yang mendirikan Akmil Magelang. #wsb
Di Pesantren, Mbah Mun tidak pernah mengajarkan untuk membenci umat lain, apalagi ormas lain seperti @muhammadiyah. “Islam itu hrs damai” #wsb
Pesantren Al-Asy’ariyyah selalu menuntut santrinya untuk mencintai sesame dan menguasai lebih dari 2 bahasa. Ini kunci komunikasi. #wsb
Kesehatan juga harus dijaga. Kata pepatah Arab, “akal sehat terdapat pada jiwa yang sehat”. Kata hadits (lemah) “kebersihan sebagian dari Iman” #wsb
Fanatisme tidak pernah diajarkan. Intinya, saya banyak mendapatkan pelajaran yang berharga di Pesantren ini. Saya sangat bersyukur. #wsb
Di SMA, meski sering telat, selain dipercaya menajadi ketua IPNU selama 2x, saya juga menjadi ketua aliansi seluruh ketua kelas. Ini amanat dan berkah. #wsb
Kata Mbah Mun, dalam hal leadership. Setiap Muslim harus berjiwa “Bismillah, kalau diberi amanat, kalau belum/tidak, Alhamdulillah” #wsb
Pengasuh saya tersebut berpoligami. Tapi tidak pernah sekalipun mempromosikan sikapnya tersebut kepada santrinya. Ini penting sebagai tokoh. #wsb
Esensi “Basmalah maksudnya : selalu siap. Hamdalah maknanya: selalu legawa”. Ini berlaku tidak hanya dalam kepemimpinan saja, tapi segala aspek. #wsb
Mungkin karena ingat pesan Ibu saya, selama di SMA saya tidak pernah berminat pacaran. Karena khawatir dapat mengganggu ngaji. Ibu care banget. #wsb
Hal yang paling menarik yang saya alami ketika SMA, yaitu ketika menjelang kenaikan kelas 3, mengikuti PPL (semacam KKN) di sebuah “Desa Pluralisme” di #wsb.
Bagi saya yang santri, KKN di “Desa Pluralisme” #wsb yang menjadi ikon miniatur Indo tersebut penting. Ia juga manifestasi untuk aplikasi #piagammadinah.
“Iman yang sangat kuat tidak akan terpengaruh oleh dogma apapun”. Ini hikmah yang diajarkan melalui KKN di desa pelangi tersebut. #wsb
Bayangkan, saya tinggal di rumah non Muslim selama 2 minggu. Tiap pulang ngajar ngaji di Masjid, saya selalu disambut 3 anjing. #wsb
Di “desa #pluralisme” ini tentu ada 5 agama (tidak ada konghucu) lengkap dengan tempat ibadahnya. Semua hidup rukun. Saya salut. #wsb.
Di desa #pluralisme ini benar-benar hidup bersama seutuhnya, bukan hanya toleransi. Tapi juga gotong-royong dalam aktivitas-aktivitas tertentu. Apa itu? #wsb
Selama 2 minggu itu, tidak sekalipun kami membahas soal teologi agama. Apalagi dakwah mengajak masuk Islam. Itu bukan tujuan. #wsb
Saya disambut 3 anjing itu artinya, di rumah yang saya tempati ada anjing. Saya sholat di rumah tersebut tanpa khawatir pahala saya tidak diterima #wsb
Saya sebagai salah-satu ketua KKN, kebetulan dapat jatah mengunjungi dan berdiskusi dengan Pendeta untuk membahas pengecatan tembok Gereja. #wsb
Pak Pendeta tahu betul, bahwa Muslim sangat hati-hati dalam hal daging. Hal ini bisa diliat dari sajian dinner yang dihidangkan bukan daging ayam atau babi. #wsb
Gotong-royong di desa #pluralisme Balekambang itu tdk hanya terwujud pada acara nikahan, tp juga ritual-ritual lain seperti jenazah. #wsb
Ketika itu kebetulan ada Muslim yang meninggal dunia, seluruh pemeluk agama ikut melayat hingga pemakaman. Tentu tidak ikut mensholati. #wsb
Pengecatan tidak hanya dilakukan di Gereja, tapi di seluruh tempat ibadah, hingga balai desa. Dilakukan bersama-sama seluruh agama. #wsb
Sampai sekarang saya masih ingat, tidak hanya desanya yang pelangi, tapi juga keluarganya. Agamanya berbeda-beda tapi tetap hidup damai sejahtera. #wsb
Saya tidak menemukan orang-orang yang bermuka dua di desa #pluralisme ini. Maksudnya, Jumat ke Masjid, Minggu ke Gereja. Ini fakta. #wsb
Jadi intinya, hikmah yang saya peroleh dari KKN tersebut, bahwa #pluralisme itu tidak pernah menggadaikan iman seseorang. Ini phobia yang akut. #wsb
Astaga, KKN tersebut tidak didanai oleh LSM tertentu. Ini murni program Yayasan Al-Asyariyyah untuk mendidik santrinya agar paham #pluralisme. #wsb
Fitnah besar, kalau #pluralisme dalam Islam dimaksudkan untuk merusak iman pemeluknya. Nabi sendiri hidup rukun bersama Nasrani-Yahudi. #wsb
Iya, saya baru ingat. Istilah yang tepat PPL tersebut bukan KKN, tp Bakti Sosial. Terimakasih adik kelas saya @Amaliaubis yg sdh mengingatkan. #wsb
“Tidak ada kebencian dan paksaan dalam Islam”. Islam berasal dari akar kata “salama” yang berarti “peace”. #pluralisme bukan soal teologi. #wsb
Jadi intinya, toleransi tidak hanya untuk/antar umat beragama. Namun dalam seagama Islam pun wajib. Ini hikmah baksos di desa #pluralisme #wsb.
Sekian cerita #wsb ini. Saya share ini karena tadi subuh bener-bener kangen @wonosobo.
No comments:
Post a Comment