Omar Khayyam berbeda jauh dari Umar Kayam. Yang disebut terakhir ini sastrawan Indonesia (“Para Priyayi”). Yg satunya orang Persia. #OK
Omar Khayyam dikenal dunia sbg “penyair Persia” abad ke-!2 lewat terjemahan Inggris atas karyanya,”The Ru’baiyyat of Omar Khayyam”.#OK
Dari karya ini ia dikenal sbg “penyair anggur” (wine) yg hidup dgn mengutamakan kenikmatan hari ini. Pokoknya: asyik. #OK
Tak ayal, Hollywood pun bikin film ttg tokoh “asyik” ini, th. 1957. Omar Khayyam diperankan Cornel Wilde. #OK
Film ttg Khayyam terakhir dibuat sutradara Iran yg hidup di AS, Mashayekh, tahun 2005. Judulnya “The Keeper”. #OK
Kabarnya film terakhir ini jelek banget. Tapi film Hollywod ttg Omar Khayyam juga tak meninggalkan bekas. Cuma ada satu anekdot. #OK
Waktu itu, sekitar 1958, sastrawan kita Umar Kayam masih mahasiswa di New York. Wajah Mas Kayam ini mirip orang Latino +Indian.#OK
Nah, kebetulan polisi sdg me-razzia orang2 Puerto Rico. Mas Kayam sdg jalan di 24the Street. Dihentikan dan ditanya namanya. #OK
Jawab Mas Kayam: “Umar Kayam”. Kebetulan waktu itu film “The Life & Adventures of Omar Khayyam” sdg diputar di bioskop dekat itu. #OK
Polisi yg menyetop Mas Kayam memandangnya dgn jengkel. “I’m serious, man”. Jawab Mas Kayam: “I’m serious too”. #OK
1. Siapa Omar Khayyam? Di tahun 1859, di Inggris terbit “Rubaiyat of Omar Khayyam” oleh Edward FitzGerald. Keindahannya memukau. #OK
2. Di dalamnya sejumlah besar puisi berbentuk “rubayat”, semacam kwatrin, empat-baris sebait. Dikatakan terjemahan karya abad ke-11. #OK
3. Ini karya Omar Khayyam, kata penterjemahnya. Penyair yg lahir di Nishapur, Persia Utara, 18 Mei 1048. Wafat 4 Desember 1131, #OK
4. Sejak itu, nama Omar Khayyam termashur ke seluruh dunia. Edisi terjemahan FitzGerald sampai lima kali tarbit (terakhir 1889). #OK
5. Pelbagai bahasa sdh menerjemahkan versi FitzGerald itu: Rusia, Afriakaans, Swahili, Jerman, Prancis, Italia, dan lain-lain. #OK
6. Saya pernah menemukan versi Indonesia oleh Taslim Ali, terbitan Balai Pustaka sekitar th 1950-an. Sekarang buku itu hilang. #OK
7. Sdh ada lebih 2000 buku ditulis ttg Omar Khayyam. Tapi di sejarah Persi, ia lebih dikenal sbg pakar matematika dan astronomi, #OK
8. Dibandingkan dgn penyair Persi lama lain (Rumi, Ferdousi, Sa’di, Hafez, Jami), yg karyanya dibaca luas, Omar Khayyam tak unggul. #OK
9. Tapi berkat FitsGerald, dunia lebih mengenal kalimat2 rubayat yg menggugah dan kurang ajar itu – terutama kpd petuah agama. #OK
10. Tiap rubayat (check di Google, …) mengandung semacam protes tentang ke-fana-an hidup. #OK
11. Mis.: “Kini waktunya, kasihku, mereguk pagi/Sentuhlah dawai, tuangkan anggur lagi/Raja2 tamat/musim panas dan dingin telah lewat”.#OK
12. Bagi Omar Khayyam, hidup hanya sebentar, kita jangan berilusi. Reguk anggurmu hari ini, besok kita tahu kita akan pergi. #OK
13. Dalam bahasa Latin, seruan “reguk-hari-ini” itu dikatakan “Carpe diem!”. Sering dihubungkan dgn pandangan yg hedonistis. #OK
14. Setidaknya, puisi Omar Khayyam menggugat doktrin theologis. “Lingkaran ini, tempat kita datang dan pergi/Tak punya awal dan akhir”. #OK
15. Dan jika tak ada desain Tuhan, jika tak ada keabadian, lebih baik memang “reguklah-hari-ini!”. #OK
16. Memang ajaib. Kalimat2 itu diungkapkan di abad ke-11, di sebuah masyarakat Islam yg kuat. Mana mungkin? #OK
17. FitzGerald sendiri mengakui, terjemahannya adalah “transmogrification”. Tapi di tahun 1899, dibuktikan ia tak mengada-ada. #OK
18. Edward Heron Allen, seorang pakar termashur, secara mendetail bandingkan rubayat dlm teks Persia dgn terjemahan FitzGerald. #OK
19. Kesimpulannya: memang tak ada yg terjemahan eksak. Tapi sebagian besar dpt dijejaki ke karya Omar Khayyam yg asli, #OK
20. Maka, terjemahan FitzGerald dijadikan model di mana-mana. Tapi di tahun 1967, ada terjemahan baru yg katanya lebih cocok dgn yg asli.#OK
21. Terjemahan baru ini karya penyair Inggris terkenal, Robert Graves dan Omar Ali-Shah, keturunan India kelahiran Bristol. #OK
22. Dasar terjemahan Graves & Ali-Shah bukan main2: naskah yg beredar di kawasan Hindu Kush di Afghanistan. #OK
23. Dunia heboh. FitzGerald akhirnya dibuktikan “kurang asli”! Tetapi ternyata ada skandal. #OK
24. Setelah ditelaah, diketahui terjemahan ini banyak samanya dgn terjemahan FitzGerald. Dan naskah dari Hindu Kush itu tak pernah ada. #OK
25. Rusaklah nama Robert Graves. Tapi memang Omar Khayyam selalu mengandung misteri. #OK
26. Di Iran sendiri, perhatian thd Omar Khayyam timbul berkat perhatian dunia krn karya FitzGerald. Sebelumnya, Khayyam tak menarik. #OK
27. Telaah ttg Omar Khayyam mulai banyak dan bermutu. Terutama oleh Ali Dhasti, yg bukunya saya pakai buat Kul-Twit ini. #OK
28. Riwayat Ali Dhasti menarik — sastrawan, penelaah, yg keluar masuk penjara krn aktiviyas politik — tapi perlu buat Kul-Twit ini. #OK
29. Maaf, salah. Maksud saya, riwayat Dhasti menarik, tapi tak perlu amat buat Kul-Twit ini. Lebih baik kita terus dengan Khayyam. #OK
30. Bagi orang sezamannya, Omar Khayyam dikagumi bukan sbg penyair dgn pandangan yg “nakal”. Ia dijuluki sebagai “Pengganti Ibn Sinna”. #OK
31. Para penulis Persia abad ke-12 anggap Omar Khayyam matematikus dan pakar ilmu pengetahuan alam.#OK
32. Qifti (1172-1248), dlm bukunya, “Tarikh al-Hukama” menyebut Khayyam “Sang Aulia Zaman Kita”. Tapi Qifti menyerang puisinya. #OK
33. Menurut Qifti, puisi Khayyam bagai “ular yg cantik”. Dari luar menarik, tapi isinya “mengandung racun yg mematikan Hukum Suci”.#OK
34. Kata Qifti pula, jika orang bertanya seteguh apa imannya, Khayyam takut jiwanya terancam dan tak menulis. Ia lalu pergi haji. #OK
35. “Sekembalinya ia dari haji ia berusaha menyembunyikan pikirannya yg terdalam, dan menampilkan diri alim sekali”, tulis Qifti pula. #OK
36. “Ia pasti tak tertandingi dlm pengetahuannya ttg filsafat alam dan astronomi, tapi stragisnya, imannya tak punya dasar yg sehat”. #OK
37. Tragis, kata Qifti. “Ia seorang penyair yg bagus, tapi…puisinya gagal utk menyembunyikan rohaninya yg kacau gelap”. #OK
38. Yg menarik: Khayyam juga diakui sbg penafsir Qur’an yg piawai. Seorang menteri (yg pasti bukan Mentri Kominfo) pernah memujinya.#OK
39. Juga seorang imam pernah mengatakan, “Semoga Tuhan mengirim lebih banyak ulama (“scholar”) seperti tuan!”. #OK
40. Kenapa ada kesan yg berbeda ttg Omar Khayyam? Dhasti menulis: “Inilah masa ketika sikap alim yg fanatik kuasai pikiran manusia”. #OK
41. “Bahkan ada semacam sensor thd ide-ide, dan di kalangan agama, filsafat dicurigai.” Banyak pemikir disisihkan dan dibunuh. #OK
42. Menurut Ali Dhasti, proses ketertutupan pikiran ini dimulai oleh kekuasaan Turki di Baghdad, terutama di antara 998-1030. #OK
43: Mari kita ingat, Omar Khayyam hidup di Baghdad, di abad ke-11. Waktu itu Baghdad sdh berubah. #OK
44. Di bawah Khalif Ma’mun (813-33), filsafat dan ilmu tumbuh pesat. Ada kebebasan berfikir. Karya2 besar Yunani diterjemahkan. #OK
45. Saya pernah menulis ttg suasana Baghdad itu dulu di Catatan Pinggir. Nanti bisa saya ulangi dlm Kul-twit lain. #OK
46. Tapi setelah masa keemasan ilmu & pemikiran itu, di abad ke-11 keadaan berubah. Yg berkuasa di bawah Khalif adalah penguasa Turki, #OK
47. Konflik antara kelompok Islam sengit benar, terutama antara Sunni dan Syi’ah. Bunuh membunuh tak pernah reda. #OK
48. Fanatisme yg menguasai keyakinan dan politik mencekik kebebasan berpikir. Dlm keadaan itu, Omar Khayyam bukanlah orang yg berani. #OK
49. Di abad itu, dua mistikus dan ulama besar, Hamadani dan Sohravardi (ejaan ala Parsi) dihukum mati dgn kejam krn dianggap murtad. #OK
50. Khayyam sendiri di bawah patronage (bantuan dan perlindungan) Nizam al-Malik, seorang menteri Turki (“Seljuq”) yg berkuasa.#OK
51. Nizam seorang penganut paham Ash’ariyyah yg fanatik. Ia tak akan mentolerir orang Mu’tazilah, apalagi yg Syi’ah, atau Isamiliyyah. #OK
52. Dlm perlindungan itu, Khayyam menikmati status yg terpandang – dan mungkin dia tak mau kehilangan nyawa dan privilese itu. #OK
53. Ali Dhasti coba menjelaskan sikap Khayyam dgn sedikit defensif. Ia gambarkan Khayyam sbg seorang yg tak mau banyak omong. #OK
54. Ia enggan terlibat kontroversi. Suasana kehidupan intelektual + politik memang tak menguntungkan. Ia lebih baik tak berfilsafat #OK
55. “Filosof, itu kata orang ttg diriku/Tapi Tuhan tahu aku bukan itu/Sejak dilahirkan di dunia yg duka/Aku tak tahu aku siapa”. #OK
56. Ia bukan saja menolak disebut “filosof”. Ia tak hendak mengajar. Ia juga sedikit sekali menghasilkan buku. Puisinya tersebar saja. #OK
57. Dikatakan bhw ia begitu mengagumi Ibn Sinna, filosof dari Bukhara (980-1037) itu, hingga ia tak hendak menambahkan gagasan baru. #OK
58. Agaknya alasan itu tak masuk akal. Yg lebih masuk akal ialah bhw filsafat memang dianggap berbahaya di zaman yg represif itu. #OK
59. Mungkin juga karena ia anggap para filosof cuma gemar pamer kepintaran, dgn omong yg sulit2. Ada indikasi ttg sikap ini. #OK
60. Dlm risalahnya ttg Aljabar, Khayyam menulis, bhw Aljabar itu satu cabang terpenting matematika. Tapi tiba-tiba ia mengatakan:..#OK
61. “Kita korban sebuah zaman ketika ilmuwan dianggap buruk, dan cuma sedikit yg tinggal yg mampu lakukan penelitian ilmiah”. #OK
62. “Para filosof kita..cuma tertarik akan pameran lahiriah semata.”. Dgn kata lain: Khayyam memusatkan diri pada problem2 ilmu. #OK
63. Hanya memusatkan diri pada problem ilmu, dan menjauhi apa yg digeluti filsafat, membuat pemikiran Khayyam kurang dalam. #OK
64. Ia dgn memukau mengekspresikan kepedihannya ttg hidup yg fana, tapi ia tak menilik bhw ia sebenarnya bisa menemukan yg lain,. #OK
65. Bahwa seperti puisinya, ada yg bisa kekal dari yang ia temui di dunia. Pada kembang yg mekar sebentar, ada keindahan yg singgah. #OK
66. Ommar Khayyam merasakan nikmatnya hidup yg sesaat, yg sementara, dan seakan-akan hanya itu saja. #OK
67. Tapi seorang yg jatuh cinta demikian berbahagia hingga ia merasakan telah mendapatkan yg tak terhingga, bukan yg fana. #OK
68. Dlm rubayat Omar Khayyam sebenarnya ada nada riang: menyambut pagi, mereguk anggur, memeluk kekasih.Tapi pesannya ttg kematian .#OK
69. Maka puisi Khayyam memandang hidup tanpa syukur, dhgn putus-asa, sementara ia sebenarnya tengah merayakan yg nikmat. #OK
70. Bagi saya, Khayyam terlalu satu sisi memandang hidup. Ia spt orang yg terjun ke sungai dan hanya melihat batas, bukan arusnya. #OK
71. Bagi saya, kesalahan filsafat “carpe diem” adalah menampik momen bersyukur. #OK
72. Saya kira, itu kritik terpokok kpd rubayyat Omar Khayyam. Orangnya sendiri tak spt puisinya yg suka disebut “puisi anggur”. #OK
73. Gambar yg dibuat utk ilustrasi rubayat Khayyam: seorang pria, gelas anggur, sesosok tubuh kekasih, musik. Tapi itu cuma fantasi, #OK
74. Dlm hidup pribadinya, Khayyam bukan spt Ibnu Sinna yg suka minum dan bercinta. Khayyam lebih menyendiri spt ilmuwan yg tekun. #OK
75. Tentu ia merasakan melankoli dlm hidup yg tak bisa ia rengkuh penuh. Di situ kekuatan puisinya. Bukan filsafatnya. #OK
76. Walau filsafatnya tak sampai ke dasar, ia berhasil menampilkan pertanyaan, yg tak mudah dijawab oleh kaum agawaman yg dogmatis. #OK
78. Pertanyaan2 itu agak tersembunyi di zamannya yg represif. Tapi ternyata ia pertanyaan yg bisa datang lagi ke zaman yg lain. #OK
79. Rubayyat Omar Khayyam justru menunjukkan ada yg tak pernah tuntas dlm hidup, ada yg singgah kembali dari masa yg seakan sdh mati. #Ok
80. Dan dengan kalimat itu, Kul-Twit kali ini saya akhiri,. Terima kasih utk kesabaran mengikutinya.Selamat tidur. #OK
gm_gm: Pengumuman: saya lihat ada beberapa koreksi dan pertanyaan penting. Saya akan menjawabnya besok, Insya Allah. #OK
No comments:
Post a Comment