Follow kami di: Twitter , Tumblr, Wordpress, dan Facebook

"beras" oleh @hotradero

Saya jadi ingat seorang menteri yg dulu pernah menyumbang beras saat terjadi bencana kelaparan di Papua. Padahal penduduk makannya ubi.


Ubi jauh lebih praktis karena bisa segera dikonsumsi. Sementara beras perlu banyak air & bahan bakar sebelum bisa dikonsumsi.


Saya sendiri sudah sangat mengurangi makan nasi. Terlalu banyak mengkonsumsi nasi – bisa jadi pencetus Diabetes Tipe 2.


Konsumsi beras perkapita di Indonesia mencapai sekitar 125 Kg setiap tahun. Berarti 10+ Kg/bulan atau 2,5+ Kg/minggu. Bayangkan!


Dan ingat, angka 125 Kg itu adalah angka rata2 nasional – berarti jumlah populasi pembaginya juga mengikutkan bayi, balita, & manula.


Ini berarti populasi dewasa mengkonsumsi beras dalam volume yg lebih besar lagi dari 125 Kg/tahun.


Yg menarik – salah satu konsumen terbesar mie instan di dunia adalah…. Indonesia, yaitu 14 Milyar bungkus pada tahun 2009.


Berarti orang Indonesia kampiun makan nasi & mie instan. Mengingatkan saya saat KKN di Kab. Garut dulu. Menu makan malam: nasi+indomie.


Sepertinya isi piring orang Indonesia secara umum – isinya karbohidrat melulu. Lha jadi di mana proteinnya?


Konsumsi ikan di Indonesia sekitar 20 kg per kapita. Bisa dibandingkan dg Malaysia 60 kg, Jepang 66 kg, atau Korea 52 Kg. (Sumber NOAA.gov)


“RT @sillysampi: proteinnya dari “lauk”, seratnya dari sayur. Karbo-nya memang dominan, apalagi high GI, makanya prevalensi diabetes besar.”


Selain ongkos resiko diabetes-nya yg tinggi, Padi juga terkenal sebagai tanaman yg butuh sangat banyak air. Butuh air 5x-nya gandum.


Sialnya, padi juga menjadi bahan pangan yg diproduksi bagian terbesar dari petani kita. Akan sangat tidak gampang mengalihkannya.


Kalau ada yg tanya kenapa kita masih juga impor jagung & kedelai – ya karena tanah & airnya sudah habis dipakai utk menanam padi. :(


Ya, saya mulai dr diri sendiri RT @sillysampi: Mengurangi makan nasi tidak hanya berguna buat kepentingan pribadi, tapi kepentingan bersama


Di tahun 1960-an, penduduk Jepang juga mengkonsumsi beras sekitar 120 Kg per kapita. Sekarang? Angka Jepang 40 kg/kapita.


“@fxmario: kl kita bisa menciptakan demand beras merah atau beras hitam yg lebih sehat,mungkin petani pelan2 bisa tanam 2jenis itu lbh byk”


Ide ttg konsumsi beras merah itu menarik. Saya pernah mencobanya dan ternyata dapat mengurangi konsumsi beras secara umum.


Nasi dari beras merah butirnya lebih besar, kurang manis, & menurut saya lebih cepat mengenyangkan. Memang perlu waktu utk membiasakan.


Karena malas mencuci rice cooker – saya pernah berhenti makan nasi selama kira2 setahun. Berat badan turun 8 kg, tp tetap sehat.


Sudah sejak jaman Majapahit lho. RT @nisafaridz: Ironisnya, kampanye makan nasi dikaitkan dgn status sosial, lbh bgengsi drpd sagu atau ubi.


Bagi anda yg ingin coba mengurangi berat badan – bisa coba mengurangi konsumsi nasi atau bertahap alihkan dulu ke beras merah.


“@siskapops: pola makan #foodcombining hanya 1x makan nasi beras merah perhari, sangat membantu mengurangi konsumsi beras dan sehat”


Ubah kebiasaan memang berat @bimaprawira: saya pernah berhenti makan nasi, dalam 2 bulan turun sampe 5 kilo. bener2 efektif om, tapi berat


Ide bagus. Tapi kentangnya direbus ya jangan digoreng. Kalo nggak yg sama aja. @rulamethyst: kalo kentang buat mengurangi berat gimana pak?


Harga beras harus naik. RT @robymuhamad: soal nasi kayanya gak perlu ngerubah kebiasaan orang makan apa, mekanisme pasar harusnya bisa atasi


Roti, jagung, kentang. Banyak alternatif. RT @roytarigan: selama gak makan nasi brarti makan apa bang utk asupan karbohidratnya? Gak lemes?


“@chic_sera: Saya suka ‘nasi jagung’ sbg pengganti nasi. Jagung ditumbuk,dikukus dg parutan kelapa. Sayang,proses pembuatannya susah.”


“@henrysugiharto: ya,karena beras merah mengandung lebih banyak serat yg tidak bisa dicerna tubuh dr beras biasa,maka akan lbh cepat kenyang


“@yanuarnugroho: lbh sehat krn vit B12. tp hrs direndam lbh lama sblm ditanak. kami makan beras merah campur putih slm ini re: beras merah”


RT “@fxmario: Makan nasi merah benar2 mengurangi konsumsi beras.Di rumah,1kg beras merah baru habis 1 bulan.Pdhl tiap hari masak u berdua”


“RT @krismatono: dgn asumsi penduduk 200 jt, berarti konsumsi mi instan per kapita per tahun = 70 bungkus! Re: Mi instan”


“@islam_indie: kmrn aku baru kongkow dg bpk mertuaku pensiunan perkebunan. Curah hujan yg tinggi spt Ind, padi mmg tanaman yg paling cocok”


“@islam_indie: kedelai, kentang, kacang2n ga survive dg curah hujan tinggi. maka dulu jd selingan di sawah ketika musim kemarau”


Menarik komentar @islam_indie – tapi masalahnya: apakah memang kita akan “dikutuk” untuk cuma menanam padi & makan nasi?


Bisa saja tanah Indonesia (atau Jawa tepatnya) – cocoknya untuk padi – tetapi apakah memang semata itu nasib bangsa kita? pemakan nasi?


Bila harga beras tetap murah – maka sumber makanan lain akan menjadi relatif mahal (terhadap beras). Menu kita jdi lebih mustahil berubah.


Dan bila beras tetap murah – maka pendapatan petani (yg mayoritas menghasilkan padi) – tidak akan bisa meningkat – tanpa memperluas lahan.


Dengan pertumbuhan penduduk kita seperti sekarang – sulit membayangkan perluasan lahan lebih lanjut hanya untuk menanam padi.


Sawah – salah satu kontributor gas rumah kaca yg serius via emisi gas Methane. Itu sebab Indonesia masuk 10 besar dunia soal gas rumah kaca.


Persoalan ekonomi memang selalu sulit – nggak ada yg gampang. Maka perubahan hanya bisa dilakukan gradual. Mulai dari diri sendiri.


Kalau kita lihat data BPS – ada angka Nilai Tukar Petani (NTP) – banyak petani di Indonesia yg sebenarnya sudah “tekor” dlm menanam padi.


Bila nilai NTP di bawah 100 – berarti biaya yg petani keluarkan lebih besar daripada pemasukan via penjualan. Berarti harga jualnya salah.


“@jtanaya: Emisi methane (CH4) dr sawah tergenang a/ 20-100 Tg/yr (IPCC, ’92), sktr 6-29% dr total gas CH4 produksi manusia. re: padi


Bila kasihan pada petani – justru berarti harga padi HARUS naik – karena NTP-nya sudah di bawah 100. NTP <100 => Mereka makin miskin.


“RT @jtanaya: dan emisi CH4 punya global warming potential (GWP) yg lebih kuat dibanding CO2. CH4 lbh ‘jahat’ dari C02. “


Kita lihat di sini ada masalah besar: Harga beras murah => petani sengsara. Harga beras mahal => kaum miskin non petani jd sengsara.


Pada keadaan dilematis seperti tadi – maka perubahan hanya bisa muncul dari masing2 diri kita sendiri – jadi berlangsung secara gradual.


Maka saya hanya bisa menggulirkan himbauan. Perhatikan lagi isi piring kita: Apa yg seimbang bagi kita – seimbang bagi Indonesia.


Karena isi piring kita tidak seimbang – maka Indonesia pun menjadi tidak seimbang. Demikian pula sebaliknya.


Betul. Indonesia juga ber-efek global. RT @sillysampi: piring seimbang buat diri kita, seimbang buat Indonesia, seimbang buat dunia.


Temanku Anies, mencintai Indonesia adalah dg mencari jalan keluar. Bukankah itu fungsi akal budi yg masing2 kita miliki? @islam_indie


“RT @rachmadsatrio: perlu dibedakan juga antara harga GABAH dg harga BERAS krn gap yang besar. Tengkulak beli gabah murah, tapi beras mahal.


Padi, Gabah, Beras, Petani, Buruh Tani, Pedagang, Konsumen. Dalam iklim dilematis – semua bisa benar DAN salah secara sekaligus.


Dalam mengurai benang kusut tadi – kita bisa mulai dengan hal sederhana : meninjau kembali isi piring kita. Seimbang kah? Pantas kah?


Bila saya mengurangi makan nasi – semata krn khawatir Diabetes akibat pola makan tidak seimbang – Dosakah itu bagi Indonesia?


Bila karena beras murah – lalu isi piring seseorang 90%-nya berisi nasi. Lalu ia kena Diabetes – pahlawan kah ia bagi Indonesia?


Betul. Harga beras komponen inflasi terbesar. Sekitar 10%. RT @angginovianti: harga beras punya pengaruh tinggi thd inflasi..


Saya mengurangi konsumsi nasi. Isi piring saya seimbangkan kembali. RT @akhyar98: lalu jalan keluar anda apa?


Indonesia punya jutaan hektar lahan pohon sagu yg saat ini kurang dimanfaatkan di Papua & Maluku. Sumber karbohidrat ukuran raksasa.


Betul diabetes dipengaruhi faktor keturunan – tapi konsumsi beras 125 KILOGRAM per kapita per tahun – apa tidak berlebihan?


Ada faktor & aspek budaya pula ikut terlibat. RT @psukandar: jika tekor kenapa mereka masih menanam padi ya?


Press Release studi Harvard tentang pengaruh konsumsi beras putih & kecenderungan Diabetes Type II. http://bit.ly/ceDUG3


Dalam studi Harvard tadi, yg jadi takaran: konsumsi 150 gr nasi per hari = 54 kg/th. Angka Indonesia masih 2,5x lipatnya.


Konsumsi Beras di China & India menurun: http://nyti.ms/ac5p17 Angka per kapita China: 96 kg. India 81 kg. Taiwan 50 kg.


Dan saya curiga prevalensi diabetes di Indonesia mungkin lebih tinggi dari dugaan, karena Diabetes cenderung tidak disadari.


Sepupu jauh saya tiba2 ketahuan Diabetes setelah batuk yg tidak sembuh2. Gula darahnya saat diperiksa: 400 mg/dL. Ini 4x normal.


Ibu-nya juga menderita Diabetes dg gula darah di atas 400 mg/dL. Tiga minggu lalu akhirnya meninggal karena pendarahan.


Oh itu Diabetes Type 1. Anak2 yg dilahirkan dg kegagalan insulin. Diabetes yg muncul setelah dewasa = Diabetes Type 2. @elvirapc


Sepupu saya itu seingat saya berusia sekitar 30 tahun. Diabetes bisa tidak mengenal usia. @meidy_harimisa


OK Tweeps, seperti Cinderella di jam 12 malam, saya juga harus pamit untuk istirahat. Besok kita teruskan lagi cerita kita.

No comments:

Post a Comment