Follow kami di: Twitter , Tumblr, Wordpress, dan Facebook

"civic culture" oleh @ulil | dikirim oleh @rayapan

Pragmatisme positif: pragmatisme yg dipandu oleh gagasan. ‘Idea-driven politics’. Bukan pragmatisme krn tujuan pendek.
 
Salah satu poin SBY dlm pidato malam ini: Partai Demokrat adalah ‘partai tengah’. Partai religius berdasarkan ideologi Pancasila.

Poin SBY yg lain: Partai Demokrat tdk melindungi pengurusnya yg bermasalah secara hukum. Partai bukan persembunyian dari hukum.

Kalau ada yg bisa disebut sbg ‘civic culture’ khas Indonesia, maka terjemahannya seperti yg saya lihat dlm acara Partai Demokrat malam ini.

Unsur2 ‘civic culture’ itu misalnya: mengucapkan salam ala Islam tp ditambahi ‘salam sejahtera buat kita semua’.

Unsur lain: acara publik ditutup dg doa Islam atau agama lain (tergantung konteks), seraya mempersilahkan yg lain berdoa sesuai dg agamanya.

Unsur lain, seperti acara PD malam ini: acara ditutup dg doa ala Islam, lalu diteruskan dg acara musik.

Dlm acara2 kepartaian kita (partai manapun), unsur agama dan non-agama berbaur dcr harmonis. Ada ayat, ada musik, misalnya.

Tadi itu hanya contoh2 saja untuk ‘civic culture’ kita yg merupakan adonan dari unsur agama dan non-agama.

Di masyarakat, kt jg melihat ‘civic culture’ serupa: acr nikahan dibuka dg prosesi religius, lalu malam hari ada pentas dangdut yg erotis.

Ya, benar, ‘civic culture’ itu memang bisa disebut sbg ‘eklektisme budaya’: adonan budaya dr banyak unsur.

Dalam Muktamar NU di Makasar kemaren, misalnya, kiai2 sibuk bahas isu2 keagamaan; di luar muktamar ada panggung dangdut.

‘Civic culture’ yg tak murni relijius agak kurang disukai oleh kalangan ‘Islam baru’ akhir2 ini, krn dipandang kurang Islami.

Menurut saya, civic culture yg eklektik, yg adonan dr berbagai2 unsur itu, positif dan harus dijaga jgn sampai ‘diagamakan’ total.

Saya yakin, lama2 PKS akan terserap jg dlm “civic culture” yg eklektik tadi itu, meskipun ttp ada resistensi dari dalam.

Islam yg saya gagas selama ini sebetulnya menginginkan agar ‘civic culture’ yg eklektik itu tp dipertahankan.

Jangan sinis pada PKS. Menurut saya, partai ini berusaha u berubah, dg tetap menjaga identitas ideologisnya. Tak mudah mmg.

Secara ideologi, jelas saya berbeda dg PKS, ttp saya menghargai usaha partai ini u berubah dlm batas2 yg mungkin.

Teori Bourdieu ttg ‘distinction’ dan ‘habitus’ bs bantu kita memahami betapa tak mudah melakukan perubahan posisi ideologis.

Kalau agama sbg ekspresi kultural dlm masyarakat, bagus kok, hrs dihargai. Yg berbahaya, agama yg dijadikan ideologi politik.

di kalangan sebagian anggotanya yg “militan”, PKS mungkin sdh dianggap bergeser ke “liberal”. di mata orang luar, ttp dipandang “kanan”.

di malaysia: partai UMNO bergerak makin “islamis”, sementara PAS bergerak agak “pluralis”. di indonesia, trend serupa jg ada.

No comments:

Post a Comment