Follow kami di: Twitter , Tumblr, Wordpress, dan Facebook

"Bahasa-Faoucaultian & Keindonesiaan" oleh @tommyfawuy

Pagi baik saudaraku semua…salam kemerdekaan sekalipun jalannya ter-tatih2 sprt terkena osteoporosis, #indonesia.

65 tahun sbg bangsa kita masih belajar mnjd manusia, subjek, memang tak mudah sklpn kita memiliki sejarah antropologi yg termasuk sangat tua.

Di eropa, manusianya sudah didefinisikan sejak 4bc sbg animal rasionale dan social animale ktk muncul filsafat.

Namun secara mengejutkan michel foucault yakin bahwa manusia baru ditemukan pd abad 18-19 oleh ilmu2 positif: linguistic, biologi, ekonomi.

Namun malangnya, kata foucault, manusia baru ditemukan dan sedang menghadapi kematiannya.

Terutama dalam linguistik, foucault memberi contoh tegas “aku ber-kata2 maka aku tidak ada”. Manusia terperangkap dlm formasi diskursus.

Revolusi wacana ttg manusia muncul atas pengaruh linguistik oleh ilmuan dr swiss, ferdinand de saussure, pendiri madzab strukturalisme.

Althusser ikut de saussure sintesakan dgn marx, jadi “strukturalisme marxian.

Bahasa membuat benda2 nampak terstruktur dan bermakna sbg realita n bahasa baru jadi dirinya karena diterima scr sosial.

Ketika bahasa diterima sbg konstruksi sosial, maka manusia secara individu pun hilang, subjek hilang dalam kata2 yg pd awalnya dia yg buat.

Karena bahasa menjadi sistem sosial, linguistik, di sinilah foucault maksudkan dgn, “aku berkata2 (berbahasa) maka aku (subjek) tdk ada.”

Foucault ketengahkan thesisnya itu utk menunjukkan, pd dasarnya pikiran adalah unsur yg menyejarah krn bahasa, bkn sesuatu yg given (metafisis).

Filsafat idealisme dari plato, descartes, kant, hegel, mengandaikan pikiran sbg sesuatu yg metafisis, yg hinggap pd subjek sehingga jd manusia.

Kant sangat yakin bahwa dgn pikiran manusia menjadi manusia dewasa, “subjek berotonom”, sbg cita2 jaman pencerahan (aufklaurung).

Puncak manusia sbg subjek otonom dgn pikirannya dilontarkan hegel, “yang riil is rasio n rasio is riil” (hukum tautologi pikiran).

Ternyata, kembali pd thesis awal, manusia (subjek) is sbh wacana yg baru dibangun olh formasi diskursus, otonomi akal hny mistifikasi idealisme.

Aku tercerahkan bhw penjajahan 350 thn itu hanya sbh mistifikasi demi semangat kebangkitan perjuangan, Semangat perjuangan juga dikonstruksi oleh bahasa.

Kultwit ttg bahasa-faoucaultian ini sambungan kultwit minggu lalu, tentang “keindonesiaan” dan orientalisme.

Keindonesiaan tdk ditemukan oleh sebuah asumsi yg sudah terberi (given), sbgmn pemikiran orientalisme warisan filsafat yunani kuno, platonis.

Menggunakan pemikiran steriotype orientalisme dgn demikian sudh tertentukan dulu kategori “manusia” n “bukan manusia”.


***

Apa daya, bahaya indo msh miskin utk jelasin bah filosofis. Sudah dijelaskan paling sederhana bagi saya, gak bisa lg diturunkan ke tingkt dasar.

Kalo istilah filsafat bukannya soal sederhana, tepat atau tdk, kalo terjemahannya tdk tpt, ya sesatlah.

Bikin pernyataan kan tergantung dr penguasaan vocab, nah vocab filsafat mana ada lahir dr bah indo? Kerja keras-olah otak-lah

Gak ngerti dgn bahasa teologi, tp seringkali terjemahan jadi “pemerkosaan” makna, gak dpt padanan kata tapi dipaksakan gitu loch.

***

Kolonial datang dengan pikiran stereotype dikotomik: yang mereka hadapi “manusia” atau bukan? Sering mrk sebut monyet (mongkey), “minke”.

“Minke” (moga2 gak salah tulis), digunakan pram sbg tokoh utama dalam novel bumi manusia, asalnya mongkey.

Manusia apa “monkey” jadi wacana kolonial bhw mereka pny beban peradaban untuk memanusiakan si monyet nusantara ini.

Si minke monkey is personifikasi perjalanan subjek manusia indonesia yg mengalami ketegangan antara tradisi n modernitas.

Dalam wacana feminis, istilah “founding mother” jadi sangat bermakna (signifikan) krn bkn saja “father” yg berjuang dlm revolusi.

Marilah kita berpikiran terbuka pd sejarah, bkn hanya laki2 yg berjuang tp jg perempuan! Belajarlah ucapkan “founding father-mother” kita.

Berpikiran terbuka pada sejarah, bukan satu agama atau satu suku saja yg berjuang demi revolusi, tapi bersama,kemerdekaan hak kita bersama.


***

Ngetwit ngabuburit, keindonesiaan yg belom selesai n tak akn mungkin selesai sbgmn manusianya yg tak akan selesai sbg subjek.

Pandangan kolonial yg hitam-putih atas manusia berdampak pd pendefinisian sbgmn muncul sebutan minke (monkey) dlm novel bumi manusia, pram.

Apa boleh buat, jangankan pd jaman kolonial, sampe sekarang pun kita masih ter-tatih2 membangun konsepsi kemanusiaan kita.

Sukarno bukannya tdk menyadari pentingnya konsepsi manusia n itu dibangunnya dgn wacana membangun “karakter bangsa”.

Dalam sastra konsepsi manusia indonesia lebih nampak subur, seperti pd “aku” chairil anwar, “manusia bebas” soewarsih p, BM-nya pram, dll.

Wacana manusia dlm sejarah sastra muncul sngt menarik jg pd novel mochtar lubis, harimau-harimau. ST takdir alisjahbana melirik “aku” renaisans.

Aku dlm chairil anwar n aku dlm karya sta sama mengacuh pd simbolisme ego-renaisans, yg menerobos sekat2 sosial.

Sta sangat kekeh bahwa manusia indonesia harus jd aku rasional yg berotonom bagi dirinya sendiri, jadikan sta tdk respek pd sosiologi.

Bagi sta manusia tdk bisa dilihat secara sosiologis krn ilmu itu layaknya untuk binatang yg bisanya berkelompok saja. Manusia is individual.

Dengan “aku” chairil anwar jelas sekali yakin bahwa manusia harus siap dgn segala kemungkinan terutama utk terbuang dari lingkungannya.

Dalam madilog sebenarnya tan malaka sudah jelas memprogramkan manusia indonesia agar mengandalkan akal dan ilmu pengetahuan.

Konsepsi manusia individual-modern dr para sastrawan mempunyai tantangan besar dgn konsepsi tradisionalisme kolektif kita.

Konsepsi sukarno ttg manusia indonesia is berkarakter romantisisme, akal mengikuti kehendk utk tdk lagi menjadi manusia terjajah.

Tak ada pilihan lain utk menjadi manusia merdeka, yakni sadar akan sejarah, tak lain demi meraih cita2 setinggi langit, bagi sukarno.

Akal n ilmu pastilah istimewa bagi sukarno nmn itu tak jd layak bila tak melayani semangat bangun negeri (romantisisme-nasionalismenya).

Sukarno harus mengakses semua kepentingan ktk indonesia bagaikan sbh ruang kosong di mana formasi diskursus mau tak mau harus dibangun.

Utk mengatasinya sukarno lebih menekankan mencintai negeri drpd kepentingan diri n kelompok. Sekali lg pikiran melayani semangat.

Pada masa orde baru konsepsi manusia indonesia dibangun dr slogan “manusia seutuhnya” yg eksis ketika setia pd pancasila versi pemerintah.

Manusia seutuhnya is manusia “kosong diri” menyerahkan pikiran n kehendak pd ideologi pembangunan di mana suharto jadi bapak pembangunannya.

Namun pidato kebudayaan mochtar lubis ttg ciri2 manusia indonesia cukup mengejutkan n sang sastrawan pun diawasi ketat.

Sori berjuta sori, nyari buku manusia indonesia mochtar lubis gak ketemu, soalnye lupa apa ya ciri2 manusia indon mnrtnya? Yg pasti ada munafik.

Paling serem dlm doktrin manusia pancasila orde baru is “manusia bersih lingkungan”, bebas g30s pki. Tak bersih lingkungan? hilang identitas.

Munculnya novel para priyayi umar kayam suatu hal yg cukup menarik sehubungan dgn manusia bersih lingkungan orba.

Dalam novel para priyayi umar kayam bermaksud menepis anggapan manusia bersih lingkungan yg terkesan “dosa turunan” itu.

Dalam nov para priyayi, umar kayam memberikan contoh bahwa tokoh lantip sklpn bapaknya pembunuh tp ternyt dia jadi anak baik n penyelamat.

Justru keluarga priyayi yg baik n terh
ormat sebaliknya, keturunannya tak seperti yg diharapkan. Genetik gak ada hubungannya dgn eksistensi.

Konsepsi dari ramuan ttg dosa turunan, genetik, karakter2 tokoh wayang, kebathinan,dll, menjadikan manusia indonesia is aneh bin ajaib!

Sekarang kita berada dalam “ruang kosong” khususnya ttg konsepsi manusia indonesia, sebuah peluang utk membangun formasi wacana.

Sejak reformasi, konsepsi manusia seutuhnya oleh orde baru telah menguap habis di udara n itu asyik, harus begitu. teruskah dibiar kosong?

Siapa n apakah manusia indonesia? Pertanyaan dasar yg bikin kelimpungan utk menjawabnya.

Saya kira kita sedang mengisi ruang kosong itu n sekarang semakin nyata teristimewa munculnya kekerasan oleh ormas tertentu.

Bersatunya bbrp kepentingan utk beribadah di depan istana bisa dibaca sbg geliat utk mengisi ruang kosong ttg konsepsi manusa indonesia.

Konsepsi pluralisme n multikulturalisme bisa menjd payung utk menggarap formasi wacana ttg siapakah manusia indonesia. Bisa atau sia2kah?

Bkn saja kesadaran atas realitas budaya n masyarakat yg plural nmn yg terpenting mbangun kesadaran bhw intinya manusia itu “subjek plural”.

Tgl 17 agustus 2010, tepat saya ngetwit ttg manusia is “subjek plural” utk indonesia tercinta. Merdeka!

No comments:

Post a Comment