Follow kami di: Twitter , Tumblr, Wordpress, dan Facebook

"Sartre" oleh @tommyfawuy

sartre, terlalu jenius menghantar eksistensialisme ke puncak sejarah filsafat sekaligus menutupnya. Setelah sartre? Eksistensialisme usai.

Eksistensialisme sebagai sebuah aliran besar (sistem) setlah sartre tak ada lagi pembahasan yg signifikan sampe sekarang.

Sartre menghadirkan puncak paradoks manusia sbg benda dan kesadaran. Manusia is manusia krn berkesadaran tp sklgs sbg eksistensi tak lengkap.

Eksistensi selalu cenderung cemburu thp yg non-eksistensi, coba liat akar pohon aja sartre cemburu banget.

Maka kecemburuan atas non-eksistensi itu dia kompensasikan pd eksistensi lain sbg neraka! Orang lain is neraka bagi saya!

Ini akibat logis dari eksistensi yg tak mau kehilangan eksistensinya, yg harusnya diam dalam diri itu is kemutlakan. Akar diam dlm dirinya.

Ya bukan krn org lain itu hendak menghabisi saya tp orang lain bisa penuhi eksistensi saya jd benda. RT @rayapan: Eksistensi ala Sartre jg pemalu prof @tommyfawuy, ia tdk suka di sorot; karena sorot mata orang, kata Sartre, adlh neraka bagiku.

Interpretasi saya sama sekali beda dgn kebanyakan interpretator sartre bhw sartre dgn mengatakan org lain is neraka lalu membenci the other.

Org lain neraka bagi saya sbg situasi riil dr ketdklengkapan eksistensi. Coba, saya mencintai org lain n sblknya sama bahayanya kan, why?

Orang lain sbg neraka: benci dan cinta is jebakan paradoks! Ini salah satu situasi eksistensial yg memaksa kita harus memilih!

Jadi nampak bagi kebanyakan interpretator sartre tdk melihat paradoks itu: se-mata2 memaknai neraka sbg ancaman-kebencian.

Sartre sebenarnya sangat mencintai simone de beauvoir tp dia harus menyangkalnya utk tidak menghianati eksistensinya.

Dan penyangkalan is bagian eksistensi terdalam manusia utk jalan membebaskan diri dr jebakan paradoks!

Jelas penyangkalan ini tampil pd drama no exit yang bisa bikin mual kita membacanya.

Penyangkalan di sini harus dilihat pd sisi eksistensi, yakni menghindari malafide, kepercayaan buruk yg bisa melenyapkan eksistensi.

Nah penyangkalan eksistensial ini yg bikin etis tdknya seorang eksistensialis, kalo sartre tak menyangkal cinta pd beauvoir, ancurlah dia.

Dengan apa sartre menyangkalnya? Dgn melirik pd perempuan lain (sori agak fisik, dia melirik krn emang dia jereng).

Sama halnya dgn beauvoir, harus menyangkal mencintai sartre, tenggelam dlm keromantisan cinta dgn aldrin.

Kalo kita eksistensialis sejati tak kenal kompromi, mk ayo kita teriakkan: hidup penyangkalan! Berani bilang begitu pd org yg kita cintai?

Penyangkalan is eksistensi, bagian kebebasan! Tak ada penyangkalan tak ada kebebasan! Tak ada lirikan cinta pd orang lain. Buta=benda.

Sartre dan beauvoir hidup berdua terus-menerus lakukan penyangkalan tp dgn itulah cinta mereka bersemi.

Nah, sebenarnya hidup dgn terus menyangkal itulah yg dimaksud sartre dgn neraka! Bukan melihat org lain lalu kita menolak n membencinya.

Terus-terang saya suka gemas pd kebanyakan interpretator sartre yg tdk melihat paradoks neraka yg dimaksud sartre itu.

Coba, sartre is seorang atheis eksistensialis, tp masih pake istilah theologis “neraka”, kan secr semantik ya paradoks!

Menyinggung lagi soal manusia lain is neraka, bhw itu situasi ril di mana sartre mendasari eksistensialismenya.

Ingat seperti postulat yg pernah dikemukakan oleh filsuf thomas hobbes, manusia is srigala bagi sesamanya. Itu jg situasi ril.

Sartre bgmn pun tidak mereduksi sedemikian rupa situasi manusia pd sudut sesempit itu tanpa argumen logis dan meniadakan humanitas.

Sartre sebenarnya mengampanyekan manusia sampai pd tingkat humanitas total yakni mengemukakan kesadaran untuk menghargai eksistensi.

Neraka is kuncup dialektika eksistensial untuk membangun kesadaran bahwa manusia is mahluk yg dikutuk utk terus mengatakan “tidak”!

Sekali kita mengatakan “ya” bahaya segera mengancam kesadaran itu sendiri apabila itu menjadi sikap yang diyakini, bad-faith!

Nah, itu dia kata kunci untuk memahami nerakanya sartre. Kata “ya” dan “tidak” is relasi dialektis yg menggedor eksistensi utk org lain.

Aku dan kamu is relasi eksistensi yg ditentukan oleh tatapan mata. Sialnya kamu menatapku yg bisa bikin seluruh aku berserah diri total. No!

Tatapanmu bisa bikin kesadaranku terserabut dr eksistensi. Aku dalam ancaman besar, kau bisa dgn mudah membunuhku!

Sartre sangat mengerti penyerahan eksistensi total pd the other, sbgmn hal itu dia sangkal dgn menamakannya bad-faith.

Itu tak terlepas dari pemahamannya ttg tatapan terbesar yg menakutkannya, yakni tatapan mata tuhan.

Pemahaman eksistensinya sbgmn eksistensialisme yg lain is pengalaman hidup keseharian itu sendiri.

Sartre menjadi tak bertuhan karena ketakutan ketika berbuat sbh kesalahan kecil, membakar karpet kakeknya sewaktu dia kecil.

Kesalahan itu membuatnya berlari berlindung dr mata tuhan tp di mana2 sampai ke toilet pun tuhan masih tetap menatapnya.

Akhirnya dia menyangkal tidak ada tatapan mata tuhan dan sejak itu dia merasa tdk lagi terteror oleh mata tuhan n atheislah dia.

Pengalaman eksistensial itu menghantarkannya kemudian pd argumentasi logis tentang tak ada tuhan. Tepatnya dr psikologis ke logika.

Ayoo kita balik lagi sebentar pd dasar munculnya eksistensialisme sartre: ada-benda (etre-en-soi) dan ada-kesadaran (etre-pour-soi).

Kesadaran eksistensial sartre diambil dr fenomenologi husserl, kesadaran is intensional, terarah ke luar, kritik atas rasionalisme.

Berpikir selamanya terarah ke sesuatu di luar pikiran itu, s>p (sintetik), rasionalisme s=p (analitik, tautologis).

Kalo pikiran itu is sbh keterarahan maksudnya ia menunjukkan sbh posisi, ia mengatur atw mengkonstitusi sesuatu.

Pikiran membuat benda2-realitas tertata rapi namun kenyataannya potensi pikiran itu tak pernah lengkap, kesadaran pun tak pernah lengkap!

Kalo kita katakan tuhan itu pencipta mk tuhan pasti punya pikiran atw kesadaran. Gak mungkinlah tuhan sbg etre-en-soi sekaligus etre-pour-soi.

Kenyataannya pikiran yg terarah ke luar senantiasa paradoks, jika tuhan itu paradoks dia pasti bukan tuhan, hanya manusia yg paradoks.

Tuhan yang mencipta? Bgmn tuhan ktk mencipta? Ber-tanya2 pd diri sendiri oke atw tdk ciptaannya? Kalo tuhan sprt ini sungguh tdk masuk akal.

Tapi kalo tuhan gak punya pikiran apakah dia bisa mencipta? Tuhan tak bisa ditempatkan pd modus eksistensi, maka tuhan tdk bisa dibicarakan.

Jadi, nyambung dikit lagi nih, atheisme sartre mengacu pd paradoks ontologis yg tak memungkinkan adanya tuhan di sana kecuali kebebasan.

Kalo tuhan ada maka eksistensi tidak ada, tapi kenyataannya eksistensi itu ada maka tuhan tidak ada.

Karena eksistensi itu pd esensinya is kebebasan mk selama tuhan ada manusia tak mungkin bebas, tp krn kebebasan itu eksis mk tuhan tdk ada.

No comments:

Post a Comment