Pengumuman: untuk memperingati Gus Dur, saya ingin bicara ttg apa yg ditinggalkannya kpd kita: humor. #hum
1. Saya tak akan mengulang humor2 Gus Dur yg terkenal. Saya cuma ingin mengingatkan, dgn humor, Gus Dur mengukuhkan kebebasan. #hum
2. Maka kul-twit ttg humor ini bakal tidak lucu. Tapi dari kemarin Twitter penuh dgn lelucon, dan terkadang saya ikut iuran. #hum
3. Ada satu lagu melankolik yg terkenal, karya Sondheim, “Send in the Clown”. Liriknya puitis + gelap. Coba ikuti. #hum
Check this video out — Send in the Clowns- Judy Collins http://youtu.be/rA6YXuagiuU
4. Ini lagu jadul banget, tapi dinyanyikan Judy Collins, rasanya tetap menggetarkan. Setidaknya bagi saya. #hum
5. Konon, kata2 “send in the clowns” merupakan seruan lazim dlm sirkus, ketika terjadi kecelakaan dlm arena atau kegagalan lain. #hum
6. “Kirim masuk badut2 itu!”. Humor tampaknya merupakan cara mengatasi rasa cemas, tegang, takut, dlm krisis. #hum
7. Mungkin itu sebabnya dlm wayang + teater Bali, ada “punakawan”: orang2 yg membawa tawa utk menyelingi adegan2 dramatis. #hum
8. Dlm kebersamaan, manusia akan membebaskan diri dari situasi yg terlampau serius. Tapi karena membebaskan, humor dimusuhi. #hum
9. Humor sering dianggap menyeleweng, sesuatu yg tak tertib, dari kehendak atau rencana penertiban. #hum
10. Dalam “Republik”, karya Plato, filosof Yunani kuno itu, digambarkan sebuah negeri di mana para wali negeri tak boleh tertawa. #hum
11. Perlu ditambahkan, dalam Republik yg dibayangkannya, Plato juga mengusir para penyair – kecuali yg memuja para pahlawan. #hum
12. Tapi murid Plato yg tak kalah terkenal, Aristoteles, yg hidup di abad ke-4 Sebelum Masehi, menulis satu risalah ttg humor. #hum
13. Di antara teman2 tentu ada yg pernah nonton film “The Name of the Rose”. Ini berdasarkan novel Umberto Eco, “Il nome della rosa”. #hum
14. Dlm terjemahan Inggris, “The Name of the Rose”, buku ini laris banget: sejenis cerita detektif yg mengandung pemikiran yg dalam. #hum
15. Nah, di sana diceritakan sebuah biara Italia tahun 1327, di mana terjadi pembunuhan misterius berturut-turut. #hum
16. Saya tak akan ceritakan alur kisahnya. Cukup saya sebutkan, para biarawan yg mati itu pernah datang ke perpustakaan biara. #hum
17. Dlm perpustakaan itu ada satu buku yg tak boleh dibaca: karya Aristotees ttg humor (yg sdh diterjemahkan dlm bhs Arab). #hum
18. Jorge, biarawan tua yg buta dan angker itu, menganggap humor itu dosa. Jesus tak pernah ketawa, katanya. #hum
19. Dari novel Eco terlihat, humor dimusuhi krn mengandung unsur tak tertib, mungkin kurang ajar – ya, spt omongan punakawan itu. #hum
20. Secara tak langsung, humor adalah ekspresi yg demokratis. Bahkan anarkis — tapi anarkisme yg damai dan menyenangkan. #hum
21. Kita lihat dlm film Indonesia lama dan “Srimulat”: yg lucu ialah ketika para jongos dan babu mengacau lagak tertib para majikan. #hum
22. Mirip dgn itu ada dlm lakon “King Lear” Shakespeare. Ada tokoh yg disebut “the Fool”. Semacam di kebayan dlm teater Sunda. #hum
23. “The Fool” itu rakyat kecil yg takut risiko, tapi berani menertawakan si raja yg jadi sinting krn nafsu kuasa anak2-nya. #hum
24. Dlm sejarah sastra Prancis ada Rabelais di abad ke-15. Ia menulis kisah fiktif “Gargantua dan Pantagruel”. Coba lihat di Google. #hum
15. Kisah ini gila-gilaan. Tokohnya, pandeta Jean, bilang, “Saya tak pernah tidur nyenyak kecuali kalau dengarkan khotbah dan berdoa”. #hum
16. Krn dianggap cabul + mengejek biarawan, Parlemen Paris melarang buku itu. Tapi spt video Ariel yg diributkan, “Gargantua” makin laris.
27. Maaf, tadi harusnya no. 25 dan 26. Sekarang 27: Dari sejarah Rabelais + novel Eco, tampak bgm kekuasaan yg represif anti-lelucon. #hum
28. Maka ada seorang pemikir + teoritikus bahasa di zaman Stalin di Rusia, namanya Mikhail Bakhtin. Ia menulis ttg Rabelais. #hum
29. Bakhtin kemudian terkenal dgn teorinha ttg “karnaval”: acara rakyat yg kocak dan kacau di Zaman Pertengahan, contoh dr kebebasan. #hum
30. Nampaknya dgn memujikan karnaval, Bahktin menyindir rezim Stalin yg dgn tangan besi membangun Rusia di bidang militer, industri. #hum
31. Tapi industrialisasi + zaman modern tak hanya dianggap represif di negeri komunis. Charlie Chaplin pernah bikin “Modern Times” #hum
32. Film dari tahun 1936 ini kocak tapi sekaligus sedih ttg Chaplin sbg Tramp dgn topi Derby, celana gombyor + jaket ketatnya. #hum
33. Dgn latarbelakang Masa Depresi atau “krisis ekonomi” tahun 1930-an, Tramp yg kikuk terpaksa bekerja sbg buruh dlm pabrik modern.#hum
Check this video out — Charile Chaplin-Modern Times 01 http://youtu.be/jsmHzAtOXZA
34. KIta lihat si buruh terpontal-pontal oleh ketertiban mesin. Di sini humor adalah protes tapi juga wajah lain kehidupan #hum
35. Kita bisa kembali ke Gus Dur: humornya mengetuk hati agar kita tak dijerat ketertiban Negara dan kakunya doktrin agama. #hum
36. Sedikit meniru satu kalimat dlm novel Eco: kita perlukan kebenaran dlm bentuk tertawa, dan tertawa yg menyajikan satu kebenaran. #hum
37. Dgn semangat itu pula, waktu melawan rezim Suharto, kami di Utan Kayu bikin buku bawah-tanah “Mati Ketawa Cara Daripada”. #hum
38, Isinya lelucon yg membuat tokoh2 yg menakutkan dari masa itu jadi bahan ketawaan. Kata “daripada” itu ejekan utk Suharto. #hum
39. Tapi memang kigta hrs mampu menjaga agar humor tak sepenuhnya agresif. Saya ingat satu peringatan dari Milan Kundera. #hum
40. Kundera: “Ketawa itu ada di wilayah Setan”. Tentunya ini ketawa yg mencemooh segala hal, ketawa dari benci dan rasa tak bahagia.#hum
41. Nah, dgn kalimat itu, saya akhiri Kul-Twit utk mengenang Gus Dur ini: “anarkis” yg tak memakai jalan kekerasan, tapi lelucon. #hum
retweeted by gm_gm: Kata Kundera Stalinis bisa dkenali dari cara tersenyum. “dan sejak itu ,aku selalu takut oleh sebuah dunia yg kehlangan humor”
No comments:
Post a Comment