Selamat siang. Saya punya pertanyaan: apa yg terjadi dengan “peci”? Maksud saya “peci” hitam yg umumnya dari beludru itu?
2. Kini di masjid, di pengajian, bahkan di jalan2, makin banyak lelaki memakai tutup kepala putih. Peci hitam praktis absen.
3. Kini di poster2 besar di Jkt, banyak gambar habib2 mengenakan jubah dan sorban. Yg pakai peci hanya calon peserta Pilkada.
4. Saya jadi ingat riwayat peci dan pergerakan nasional. Dlm hal ini, Bung Karno memang pelopor.
5. Dlm buku otobiografinya yg ditulis Cindy Adams, Bung Karno bercerita bgm ia bertekad mengenakan peci sbg lambang pergerakan.
6. Di masa itu kaum cendekiawan pro-pergerakan nasional enggan memakai blangkon, misalnya, tutup kepala tradisi Jawa.
7. Jadi, jika kita lihat gambar Wahidin dan Cipto memakai blangkon, itu sebelum 1920-an. Ada sejarah politik dlm tutup kepala ini.
8. Di sekolah “dokter pribumi”, STOVIA, pemerintah kolonial punya aturan: siswa “inlander” (pribumi) tak boleh memakai baju Eropa.
9. Maka para siswa memakai blangkon dan sarung batik jika dari “Jawa”. Bagi yg datang dari Maluku atau Menado, misalnya, lain.
10. Bagi siswa asal Manado atau Maluku, yg biasanya beragama Kristen, boleh pakai pakaian Eropa: pantalon, jas, dasi, Mungkin topi.
11. Dari sejarah ini, tampak usaha pemerintah kolonial utk membagi-bagi penduduk dari segi asal-usul “etnis” dan “agama”.
12. Maka banyak aktivis pergerakan nasional menolak memakai blangkon. Apalagi mereka umumnya bersemangat “kemajuan”, modernisasi.
13. Jadi penolakan thd kostum tradisi mengandung penolakan thd politik kolonial (“divide et impera”) dan penolakan thd adat lama.
14. Lalu apa gantinya? Utk pakai topi spt belanda-belanda itu akan terasa menjauhkan diri dari rakyat.
15. Juni 1921, ketika Bung Karno mulai jadi mahasiswa di Bandung, ia menemukan solusi. Ia memilih pakai peci.
16. Maaf, ada kesalahan. Sebenarnya Bung Karno memilih memakai peci dekat sebelum ia pindah ke Bandung.
17. Waktu itu ada pertemuan Jong Java di Surabaya. Bung Karno datang, dan ia memakai peci. Tapi ia sebenarnya takut diketawakan.
18. Tapi ia berkata pd dirinya sendiri, kalau mau jadi pemimpin, bukan pengikut, harus berani memulai sesuatu yg baru.
19. Waktu itu, menjelang rapat mulai, hari sudah agak gelap. Bung Karno berhenti sebentar. Ia bersembunyi di balik tukang sate.
20. Setelah ragu sebentar, ia berkata kpd diri sendiri: “Hayo maju. Pakailah pecimu. Tarik napas yang dalam! Dan masuk SEKARANG!!!”
21. Lalu ia masuk ke ruang rapat. “Setiap orang memandang heran padaku tanpa kata-kata”, kata Bung Karno mengenangkan saat itu,
33. Utk mengatasi kekikukan, Bung Karno bicara. “Kita memerlukan suatu lambang daripada kepribadian Indonesia.”, katanya.
34. Peci, kata Bung Karno pula, “dipakai oleh pekerja2 dari bangsa Melayu”. Dan itu “asli kepunyaan rakyat kita.”
35. Tapi seperti banyak hal di tanahair kita yg bhineka ini, “peci” juga mengandung percampuran. Kata itu dr bahasa Belanda.
36. Menurut Bung Karno, kata “peci” berasal dari kata “pet” (topi) dan “je”, kata Belanda utk mengesankan sifat kecil.
37. Menarik ‘kan, bahwa peci yg kata Bung Karno berasal dari para pekerja Melayu tak disebut “songkok”, sepatah kata Melayu.
38. Baik dari sejarah pemakaian dan penyebutan namanya, peci mencerminkan Indonesia: satu bangunan “inter-kultural”.
39. Maka tak mengherankan bila dari mana pun asalnya, agama apapun yg dianutnya, kaum pergerakan memakai peci.
40. Keadaan ini berlaku sampai sebelum Orde Baru. Ada cerita, waktu bertugas di KL, Benny Moerdani pergi ke gereja memakai peci.
41. Orang Melayu Malaysia bingung. Mereka hanya bisa membayangkan “Melayu” berarti “Islam”, dan “peci” adalah identitas Islam.
42. Tapi sejarah politik peci memang tak berhenti dgn semangat nasionalisme. Bung Karno sendiri sambil melucu mengakui sebab lain.
43. “…sekarang peci itu bagiku lebih merupakan… lambang untuk pertahanan diri. Sesungguhnya, kepalaku kian hari semakin botak”.
44. Di masa Or-Ba, peci diubah jadi lambang pejabat (kalau dlm foto resmi). Pe-negara-an peci terjadi. Sampai sekarang.
45. Sementara itu, tampaknya ada hasrat utk membebaskan diri dari “bau Negara”. Justru kaum pergerakan anti-Orde malas pakai peci.
46. Saya pernah pakai peci dlm satu momen “pergerakan”. Yaitu waktu kasus pembredelan Tempo diputus oleh Mahkamah Agung.
47. Kalau dilihat fotonya, kayaknya saya (pakai peci sambil pidato) mau meniru Bung Karno. Padahal tadinya utk sedikit menyamar.
48. Nah, sementara itu, ada semangat menegaskan identitas lain: Islam. Identitas ini dilambangkan dgn tutup kepala putih bagi pria.
49. Mengapa idenitas “Islam” harus berarti “seperti Arab”, tentu ada orang yg lebih tahu ketimbang saya. Saya undang mereka bicara.
50. Tapi tampaknya, soal tutup kepala sering tak bisa dipisahkan dari sejarah politik. Aneh tapi nyata.
51. Contoh paling jelas di Turki. Begitu Mustafa Kemal memegang kendali, ia melarang penggunaan “fez”, topi Turki yang lama.
52. Bagi Kemal, yg hendak jadikan Turki negeri modern, “fez” itu lambang keterbelakangan bangsanya.
53. Yg menarik, “fez”, topi berbentuk ketopong warna merah dgn kuncir itu bukan barang kuno di Turki.
54. “Fez” baru dipakai sbg topi Turki di tahun 1826, di bawah Sultan Mahmud II. Tujuannya: jadi lambang modern…
55. Sebelumnya, “fez” dikenalkan di wilayah Afrika Utara, oleh sebagian angkatan laut Kesultanan Usmani.
56. Apa artinya jika lambang modernisasi dari abad ke-19 itu dilarang di tahun 1925 oleh kekuasaan yg menghendaki modernisasi?
57. Artinya: lambang selalu menghasilkan interpretasi, yg bisa berbeda dan berubah. “Fez” dan “peci” menunjukkan hal itu.
58. Itu sebabnya soal tutup kepala dan kostum tak pernah terlepas dari sejarah sosial-politik. “Identitas” itu bukan hal yg kekal.
59. Tapi tak ada jeleknya bila sehari dua hari dlm bulan Agustus nanti, kita memakai peci ala Bung Karno yg dulu jadi “topi” semua.
60. Agustus nanti tak ada jeleknya kita ingat: ini negeri yg ingin meneguhkan persaudaraan dlm perbedaan - dengan darah dan doa.
Pengumuman: Maaf, Kul-Twit No. 21 mendadak masuk ke No. 33. Harap diperbaiki, kalau bisa.
Presiden menyebut tersebarnya video adegan ranjang Ariel itu “tragedi”. Saya menyebut kemasgulan Presiden itu “komedi”.
Jika ada pemilu besok, siapa yg akan anda pilih: presiden yg bisa buat Jkt tak macet, atau yg bisa buat artis ber-“moral”?
Jika ada pemilu besok, siapa yg anda pilih: presiden yg bisa bebaskan polisi dari suap, atau yg bisa membuat Ariel bertaubat?
Kita selamanya dihadapkan pd pilihan yg tak selalu mudah. Kita dipaksa berpikir + merenung. Mengelak dari dilema hanya menunda kekalahan.
Memilih seorang pemimpin politik sebenarnya menegaskan nilai2 kita, harapan dan prioritas kita, dlm kehidupan.
#peci oleh @gm_gm
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment