Follow kami di: Twitter , Tumblr, Wordpress, dan Facebook

#bigotri oleh @gm_gm

Yg penting bukanlah siapa yg membuat Pendeta Jones batal bakar Qur’an. Yg penting “bigotry” gila itu dilawan bersama.

Niat Terry Jones membakar Qur’an dikecam umat Islam dunia, Gereja Katolik, umat Protestan, Obama, SBY, dll.

Tampak ada titik persamaan, dgn alasan yg berbeda sekalipun, utk mengecam bigotri, fanatisme yg disertai kebencian kdp iman lain.

Tampak pula bigotri bisa muncul di semua agama. Di dunia Kristen Eropa pernah menimbulkan perang agama selama 30 tahun.

Di India, di Gujarat dan Bombay, orang2 fundamentalis Hindu membakar mesjid dan membunuhi orang Islam di abad ini.

Di Pakistan, orang2 Sunni (Taliban) membunuhi orang Syiah belum lama berselang. Juga kaum Ahmadiyah.

Dulu di Baghdad di abad ke-11, orang2 Ismailiah membunuhi orang Sunni dan tiap 10 Muharram terjadi bentrokan kekerasan.

Di Indonesia, sejumlah orang Islam mencegah orang Kristen beribadat dan merusak tempat ibadat orang Ahmadiah.

Bigot, si fanatik yg benci orang beragama lain, sering merasa jadi wakil utama dari umatnya di dunia yg penuh perbedaan ini.

Saya tak tahu apakah kita, Muslim di Indonesia, mau mengakui bhw khotbah2 Jum’at kita sering membawa nada sengit bigotri.

Saya tak tahu, karena tak pernah ke gereja, apakah di gereja2 ada juga khotbah yg menyuarakan kebencian kpd umat lain.

Bigotri membuat kecewa orang yg mengharap agama jadi pembawa rahmat bagi kehidupan, bukan pembawa kerusakan.

Bigotri juga yg membuat para cendekia yg menghendaki keadilan dan perdamaian meragukan arti agama.

Bigotri menunjukkan bhw keyakinan si bigot ttg kebenaran agamanya sebenarnya tak kuat benar, sebab itu jadi tampak berlebihan.

Saya puji Pres. RI mengecam bigotri si Terry Jones. Saya nantikan apakah ia akan mengecam bigotri di negeri kita sendiri.

SBY minta PBB bertindak. Bagus! Tapi apa yg akan terjadi andai PBB bertindak thd bigotri di Indonesia? Just a thought. Sekian.

Para bigot selalu mengklaim, bhw tafsir merekalah yang benar tttg ajaran. Mereka merasa tak menyimpang.

Kata kita, yang salah bukan agamanya, tapi para bigot itu. Tapi para bigot berkata, agama-lah yg perintahkan mereka begitu.

Spt sdh saya terangkan, bigotri: fanatisme agama yg disertai suara kebencian thd agama lain.

Tidak selamanya para cendekia mengikuti argumen si bigot - terutama ketika para bigot dikecam umat seagama.

Kata kita, para bigot seenaknya saja menafsirkan ajaran agama. Tapi mereka akan katakan kita yg seenaknya menafsirkannya.

Persoalan banyak orang dgn Terry Jones bukanlah karena ia menghina Tuhan, tapi membakar permusuhan antar manusia.

Dari dulu Gus Dur sudah mengatakan, Tuhan tak perlu dibela.

Bigotri, fanatisme yg bertaut kebencian pd umat lain, dimulai dgn kata. Diujungnya: dgn golok, bedil, bom.

Mengatakan bhw Islam tak cocok utk orang Indonesia sama seperti mengatakan sejarah tak pernah ada. Dan itu nonsens.

Pembakaran + penyobekan Qur’an, pelarangan mendirikan masjid di luar negeri adalah bigotri yg hrs dikecam. Sama dgn yg di Bekasi.

Musuh utama peradaban kini adalah fanatisme dgn kekerasan - dari mana pun datangnya. Spt saya sdh katakan, bigotri ada di semua agama.

“Bigotri”, dari kata Inggris “bigotry”, spt sudah saya tulis: fanatisme dgn kebencian thd umat dan kelompok etnis lain.

Bigotri muncul di India, di AS, di Eropa, di Timur Tengah, di Indonesia. Masyarakat yg sehat akan melawan penyakit itu di tubuhnya sendiri.

Jika yg Kristen hanya mengecam bigotri di kalangan Muslim, dan yg Muslim hanya mengecam bigotri di kalangan Kristen, bigotri akan menang.

Kita bisa salahkan negara, politisi, preman dlm kekerasan atas nama agama. Kita tak boleh tutupi unsur jahat dlm diri + kalangan sendiri.

Banyak penjelasan ttg asal-usul bigotri. Ada yg menduga, itu ekspresi cemas, iri, dan ketak-yakinan thd teguhnya iman sendiri.

Tergantung bgm menafsirkannya, sejarah mencatat, agama bisa jadi sumber bigotri tapi juga bisa sumber perdamaian.

Jemaat #HKBP Ciketing berminggu-minggu diintimidasi karena alasan mereka ingin gelar ibadah di lahan mereka sendiri.

Bigotri berumur ber-abad2, khususnya di dunia Kristen dan Islam, lalu Hindu. Sampai hari ini. Mungkin tak bisa hilang.

Menangkal bigotri bisa dilakukan dgn menegakkan hukum, dgn mencegah kekerasan dan hasutan kebencian. Tak kalah penting: penyadaran.

Saya tak bisa mengklaim saya tahu “desain” Tuhan. Tapi saya tak bisa simpulkan semua hal yg keji di dunia itu kehendak-Nya.

Di kalangan Yahudi, ada kaum bigot; ada yg menembaki jemaat shalat subuh k.l. 4 tahun y.l. Dlm agama Budha, saya blm tahu.

Hukum manusia dan hukum Tuhan memang sering dimanfaatkan utk pembenaran sepihak. Maka perlu dengar suara yg lain.

Tak jarang konflik antar umat beragama yg menimbulkan bigotri dimulai oleh rebutan hal2 duniawi. Dan Tuhan disebut-sebut.

Di beberapa negara (juga di sebagian AS) ada undang2 melarang “pengkhotbah kebencian”. Tapi memang tak semua bisa diredam.

Bigotri yg dilakukan umat Nasrani banyak contohnya dlm sejarah Eropa. Coba lihat TimeLine saya: #voltaire.

Siapa yg akan menghalau para pengkhotbah kebencian yg bicara halus atau kasar? Mungkin kita masing2 atau bersama.

Bigotri tak hanya berkenaal dgn agama. Juga etnisitas. Tak hanya di Jerman waktu Hitler, tapi di Serbia, Afrika…dan Indonesia.

Hukum punya keterbatasannya. Ku Klux Klan, yg anti Negro, Katolik + Yahudi, bisa pakai topeng lain. Sekarang anti Islam.

Di masa lalu, dan masih di beberapa negara bagian, pemerintah di AS pernah biarkan ekspresi bigotri. Tapi tak selalu.

Musuh peradaban hari ini bukanlah Islam, atau Kristen, dll. Tapi fanatisme yg siap membunuh dan memperkosa.

Ada orang2 yg mengira pluralisme sama artinya dgn tanpa nilai2 yg universal. Mereka lupa makna bhineka-tunggal-ika.

Pluralisme: kita hormati perbedaan dlm agama, keyakinan, dan etnisitas, utk menjaga perdamaian.

“Pluralitas” adalah kenyataan hidup. “Pluralisme”: kesadaran utk menerima kenyataan hidup itu, dan merawatnya utk perdamian.

Pluralisme menganggap, sesuai dgn UUD, semua keyakinan adalah “setara” (equal), meskipun tak “sama”.

Sejak Republik ini didirikan dan dihidupkan oleh kekuatan yg berbeda-beda, ia menyambut pluralisme. Tak terjadi “sinkretisme”.

No comments:

Post a Comment